Alhamdulillah akhirnya kita semua bertemu kembali dengan Idul Adha. Lebaran haji yang dirayakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah dengan sebutan lain ‘Hari Raya Haji’. Kebahagiaan ini tak hanya dirasakan umat Islam di seluruh dunia, namun juga oleh saudara-saudara kita yang menunaikan haji dan melaksanakan wukuf di Arafah.
Idul Adha juga disebut juga sebagai “Idul Qurban” karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, sejatinya ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Menengok sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, terbersit dalam makna khusus yakni kisah teladan Nabi Ibrahim. Keteladanan yang luar biasa dari seorang hamba Allah, yang mendapatkan perintah Allah SWT, untuk menempatkan istrinya, Siti Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu ke suatu tempat yang luas di sebuah lembah namun tandus dan gersang.
Kala itu Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya perintah Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi tersebut berada di suatu tempat paling asing. Meskipun begitu Nabi Ibrahim istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.Hal ini seperti yang diceritakan sahabat Rasulullah yang dikenal jenius dan luas wawasannya.
Diriwayatkan pada kesempatan tersebut, Siti Hajar kehabisan air minum dan tidak bisa menyusui nabi, sehingga beliau berlari mencari air kesana kemari sambir berlari-berlari kecil di antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Atas kebesaran Allah, diutuslah malaikat jibril, membuat mata air Zam Zam, hingga membuat Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.Konon lembah ini kemudian hari menjadi terkenal dan disebut dengan Kota Mekkah.
Idul Adha atau dinamai pula dengan “Idul Nahr” yang artinya hari raya penyembelihan. Keistimewaan itu adalah untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim. Buah kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, sehingga Allah memberinya sebuah anugerah, “Khalilullah” (kekasih Allah).Sosok mulia menjadi suri tauladan bagi umat Islam. Nabi sebagai rasul yang terkenal ketabahan dan kesabaran ini membuat beliau termasuk yang terdaftar sebagai Ulul Azmi (gelar khusus) yang dberikan Allah SWT termasuk kepada Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad.
Refleksi Idul Adha dan keteladan Nabi Ibrahim menggambarkan konsistensi akan keamanahan.Inilah yang sudah sepatutnya menjadi contoh suri taulan kita semua hingga saat ini. Sebuah ketauladan yang menjadi panutan untuk siapa pun dalam situasi apa pun, termasuk ketika kita semua menjalankan amanah dalam beragam profesi dan organisasi..
Semangat ini pula menjadikan kita semua kompak dan terus meningkatkan tali silaturahmi dengan siapa pun, termasuk kepada semua dalam kontelasi perpolitikan menuju demokrasi yang semakin baik dan profesional. Pesta demokrasi seharusnya menjadi pesta kebersamaan mewujudkan keadilan, kebersamaan dan kesejahteraan. Kita bergandeng tangan merekat persatuan membangun negeri ini, meskipun dalam beragam warna dan lambang, tetaplah kompak. Terlebih menjelang tahun politik 2024, yang sebentar lagi memasuki tahapan verifikasi administrasi oleh KPU, nilai-nilai kebersamaan dan kuat menjalankan amanah yang mencontoh ketauladan Nabi Ibrahim harus kita komitmenkan bersama. Semoga semangat Berqurban semakin menguatkan semangat dan “pengorbanan” kader-kader partai, menuju sebuah harapan kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya.
Penulis : Helmi Rifa’i, SH Ketua DPW Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo) Kalsel