Kalseltenginfo.com, Banjarmasin – Saat Bank Indonesia (BI) mengumumkan keputusan terbaru pada 21-22 Oktober 2025, mungkin sebagian orang hanya melihat angka BI-Rate 4,75%, Deposit Facility 3,75%, dan Lending Facility 5,50%. Tapi di balik angka itu, tersimpan strategi besar untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Perekonomian dunia memang sedang “bergolak”. Dari tarif tambahan AS terhadap beberapa produk hingga perlambatan ekonomi di Jepang dan Eropa, semua memberi tekanan. Namun, BI menunjukkan ketenangan dan strategi yang terukur.
Alih-alih panik, mereka memilih mempertahankan suku bunga, sambil memastikan inflasi tetap rendah di kisaran 2,5±1% dan Rupiah stabil terhadap dolar AS.
Yang menarik adalah bagaimana BI tidak hanya fokus pada moneter. Sistem pembayaran digital diperkuat, likuiditas bank ditingkatkan, dan kredit ke sektor prioritas seperti UMKM, pertanian, dan industri kreatif, didorong lewat insentif. Jadi, uang yang beredar tidak hanya mengalir di pasar, tetapi juga menyehatkan ekonomi nyata, dari petani hingga pengusaha muda.
Digitalisasi juga menjadi sorotan. Dengan QRIS, BI-FAST, dan sistem pembayaran berbasis Open API, transaksi sehari-hari semakin mudah, cepat, dan aman. Tidak hanya memudahkan masyarakat, langkah ini juga memperkuat fondasi ekonomi digital yang semakin menjadi tulang punggung pertumbuhan nasional.
Intinya, keputusan BI bukan sekadar angka suku bunga. Ini adalah upaya cerdas menjaga Rupiah, menstabilkan harga, mendorong pertumbuhan kredit, dan memastikan ekonomi Indonesia tetap tangguh, inklusif, dan siap menghadapi tantangan global.
Dari kebijakan moneter hingga sistem pembayaran digital, semuanya diarahkan untuk satu tujuan: menciptakan ekonomi yang sehat dan masyarakat yang sejahtera.
BI mengajarkan kita sebuah pelajaran penting: stabilitas ekonomi bukan hanya tentang menjaga harga atau nilai tukar, tetapi juga bagaimana membuat setiap kebijakan berdampak nyata bagi kehidupan rakyat.
